Minggu, 12 Mei 2013

Ketegasasn Khalifah Yazid

Ketegasan Khalifah Yazid
Perbuatan Zhalim itu adalah kegelapan di hari Qiamat
(HR. Bukhari, Muslim & Tirmidzi)

Abdurrahman Bin Dahhak adalah Walikota Madinah pada masa khalifah yazid bin Abdul Malik. Pada saat itu di kota tersebut terdapat salah seorang keluarga Rasulullah, Fathimah binti Hussein bin Ali (Cicit Rasulullah) yang sudah menjanda dengan beberapa orang putera. Ibnu Dahhak, si walikota berniat meminang cicit Rasulullah tersebut, tetapi fathimah menolaknya dengan halus:
“Maaf, saya sudah tidak berhasrat lagi untuk menikah,
sebab hidup saya sudah saya niatkan untuk memlihara anak anak saya.”

Namun walikota tersebut tetap berkeras untuk menikahi cicit Rasulullah, dengan terus mendesak fathimah untuk menerimanya; sedangkan fathimah tetap menolak permintaan tersebut walaupun dengan rasa takut dan khawatir, sebab Dahhak dengan kedudukannya sebagai walikota sudah  berani mengancam dengan kata-kata:
“Demi Allah, jika engkau tidak mau menjadi istriku,
maka aku akan menahan putera sulungmu dengan tuduhan telah meminum arak.”

Fathimah binti Husein mengadukan masalahnya kepada seorang alim di kota Madinah, salim bin Abdillah bin Umar bin khattab, cucu dari Khalifah Umar bin Khattab.
Salim menyarankan agar Fathimah menulis surat kepada Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik yang berada di Damaskus, ibukota pemerintahan Islam pada waktu itu, dan menceritakan perlakuan dan ancaman yang telah dilakukan oleh Walikota Madinah terhadap dirinya. Fathimah mengikuti saran Salim bin Abdillah dan mengutus seseorang untuk membawa surat kepada penguasa Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik.
Sebelum utusan itu berangkat, kebetulan pada saat yang sama, Amirul Mukminin member perintah kepada Ibnu Hurmuz, bendahara koa Madinah, untuk segera menghadap memberikan laporan keuangan kota Madinah.
Ibnu Hurmuz segera bersiap-siap untuk berangkat ke Damaskus dengan membawa laporan yang diperlukan, dan sambil berjalan dia singgah di rumah Fathimah binti Husein untuk pamitan dan menanyakan apakah ada titipan sambil berkata kepada Fathimah: “Saya akan berangkat ke Damaskus, apakah ada yang akan dititipkan.”
Fathimah berkata: “Benar, tolong sampaikan kepada Amirul Mukminin tentang perlakuan walikota terhadap diri saya, sehingga saya merasa susah dengan keadaan tersebut. Ceritakan pula kepada Amirul Mukminin bahwa walikota telah mengabaikan nasehat ulama, terutama nasehat Salim bin Abdullah dalam perkara ini.”
Ibnu Hurmuz sangat susah dengan titipan tersebut, sebab sesungguhnya dia tidak ingin mengadukna perbuatan atasannya kepada khalifah di Damaskus.
Kedatangan Ibnu Hurmuz di Damaskus bersamaan dengan kedatangan utusan Fathimah yang membawa surat pengaduan fathimah.
Dalam pertemuan dengan khalifah, ibnu Hurmuz ditanya tentang kondisi kota Madinah dan juga ditanya tentang kondisi para ulama terutama Salim bin Abdillah dan para ulama lainnya yang dikenal oleh Khalifah.
Khalifah bertanya: “Adakah perkara penting lainnya yang perlu engkau ceritakan atau perkara yang perlu dibahas..?” Ibnu Hurmuz sama sekali tidak menyebut perkara Fathimah binti Husein, sebab dia tidak ingin mengadukan perlakuan atasannya kepada khalifah.
Selagi dia menjelaskan tentang laporan keuangan yang diminta khalifah, tiba-tiba penjaga istana masuk melaporkan bahwa utusan Fathimah telah datang dan meminta izin untuk menghadap.

Pucatlah muka Ibnu Hurmuz karena khawatir khalifah akan marah sebab dia telah menyembunyikan perkara tersebut, maka dengan segera dia segera berkata:
“ Wahai Khalifah, Fathimah binti Husein ada menitipkan perkara yang menimpanya agar diceritakan kepada Khalifah.” Ibnu Hurmuz segera menceritakan perbuatan Ibnu Dahak kepada Khalifah.
Mendengar penuturan tersebut, Khalifah Yazid bin Abdul Malik segera bangun dari tempat duduknya dan berkata dengan penuh kemarahan: “Celkalah kamu, bukankah aku sudah bertanya kepadamu bagaimana keadaan kota Madinah ..? Pantaskah kejadian sebesar ini engkau sembunyikan dari perhatianku..?”
Ibnu Hurmuz segera memohon maaf dan mencari alasan atas perbuatannya tersebut.

Utusan yang membawa surat Fathimah dipersilakan masuk dan menyerahkan surat Fathimah binti Husein kepada Khalifah. Amirul Mukminin segera membaca surat tersebut dan setelah membaca isi surat pengaduan itu dia segera berkata dengan suara yang keras: “Ibnu Dahhak sudah berani mengganggu keluarga Rasulullah dan tak menghiraukan nasehat ulama Salim bin Abdillah. Siapa yang dapat memperdengarkan kepadaku jeritan walikota ibnu Dahhak, walaupun dia berada di Madinah dan aku di kota Damaskus ?”
Diantara pejabat yang hadir dan mendenar kemarahan khalifah berkata: “Wahai Amirul Mukminin, tak ada yang berani diantara penduduk kota Madinah kecuali Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari, angkatlah dia, hanya sekarang ini dia sedang berada di Thaif.”
Khalifah berkata: “Benar, demi Allah, dia memang sungguh layak untuk tugas ini.” Khalifah meminta kertas dan menuliskan surat pengangkatan Abdul Wahid sebagai Walikota Madinah, menggantikan Ibnu Dahhak:
“Dari Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik kepada Abdul Wahid bin Binsyr Nadhari.. Bismillahirrahmanirrahim.. Bersama surat ini saya melantik anda sebagai Walikota Madinah. Jika surat ini telah sampai ke tangan anda, maka segera datang ke Madinah dan turunkanlah Ibu Dahhak dari jabatannya. Perintahkan agar dia membayar denda 40.000 dirham, lalu hukumlah dia agar aku mendengar teriakannya dari Madinah.”
Berangkatlah utusan Khalifah membawa surat menuju Thaif melewati Madinah. Ketika sampai di Madinah, utusan tersebut tidak berkenan tinggal di tempat yang disediakan Walikota Madinah. Ibnu Dahhak curiga atas sikap utusan ini, dan mengirim orang untuk mengundang utusan itu ke rumahnya.
Sampai di rumah, Ibu Dahhak mengambil sebuah bungkusan dan berkata: “Lihatlah bungkusan ini berisi 1000 dinar emas. Aku bersumpah akan merahasiakan apa yang bawa dan kemana arah tujuanmu.” Uang itu diserahkan dan utusan menjawab bahwa dia membawa surat khalifah yang ditujukan kepada Abdil Wahid yang sekarang berada di Thaif.
Ibnu Dahhak melanjutkan: “Tunggulah selama 3 hari disini, aku akan pergi ke Damaskus sebentar, dan setelah itu engkau melanjutkan perjalanan ke Thaif.
Ibnu Dahhak segera berangkat ke Damaskus dan menjumpai Maslamah bin Abdul Malik, saudara dari khalifah Yazid bin Abdul Malik, menceritakan tentang kemarahan Khalifah dan meminta kepada Maslamah untuk berusaha agar dapat meredakan kemarahan tersebut.
Maslamah bin Abdul Malik menghadap Khalifah dan berkata : “Ada keperluan penting wahai Amirul Mukminin.”
Khalifah menjawab: “Semua keperluanmu aku penuhi kecuali perkara Ibnu Dahhak, sebab aku tidak dapat memaafkan perbuatannya tersebut.”
Maslamah bertanya: “Apakah perbuatan Ibnu Dahhak yang membuat Amirul Mukminin bersikap demikian?”.
Khalifah menjawab: “Dia telah mengganggu Fathimah binti Husein, keluarga Rasulullah dan mengancam serta menekannya. Dia juga tidak menghiraukan nasehat ulama Madinah seperti Salim bin Abdullah serta tokoh masyarakat kota Madinah lainnya.”
Maslamah berkata: “Jika demikian perbuatan yang dilakukannya, amaka terserah anada untuk memutuskannya wahai Amirul Mukminin.”
Khalifah Yazid Bin Abdul Malik melanjutkan: “Sekarang perintahkan Ibnu Dahhak untuk segera kembali ke Madinah. Dia harus menerima hukuman dari walikota yang baru agar menjadi pelajaran bagi pejabat-pejabat lain.”
Demikianlah sikap Khalifah Yazid bin Abdul Malik dalam pengaduan rakyat terhadap perlakuan pejabat bawahannya, apalagi berkaitan dengan keluarga Rasulullah dan alim ulama. Demikian juga sikap Ibnu Dahhak si walikota yang arogan dan sombong sehingga bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat dan alim ulama dibawah pemerintahannya.
Semoga sikap Khalifah Yazid bin Abdul Malik terhadap walikota Ibnu Dahhak yang telah menyalahgunakan kekusaannya untuk keinginan diri sendiri dapat menjadi pelajaran bagi pemimpin di hari mendatang.
Friday, Jumadil Ula 1434 H/Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar