Selasa, 14 Mei 2013

Fenomena Alam



Fenomena Alam

Ketika sedang berbuka di puasa pada bulan syawal 1433 H/2012, dua keponakan laki laki ku shalat berjamaah. Dan menariknya yang menjadi imam adalah yang lebih kecil namun lebih berani dan lebih banyak hafalan juzammanya. Yang kecil masih SD dan yang menjadi makmum sudah SMP. 

Dari sini kita ketahui bahwa kemampuan seseorang tidaklah terjadi dan didapat begitu saja. Kedewasaan dan keberanian seseorang tidak bisa diukur dari berat badan juga jumlah umur, berapa tahun kaki menapak bumiNya.  Tetapi, dari seberapa banyak ilmu yg dimiliki dan diamalkan.

Semua terjadi atas kehendak Allah, apapun itu.  
Akhirnya, memang benar bahwa anak yang lebih kecil lebih mampu menjadi imam karena ia pernah belajar tata cara menjadi imam dan menghafal beberapa juz amma. Namun keponakan yang besar juga pernah mempelajari yang sama. Mungkin hanya kapasitas dan kecenderungan yang berbeda yang kini membedakan kesuksesan mereka dalam menjadi imam. 

Selain itu yang mempengaruhi kemampuan seseorang ada di lingkungan; kita selalu tau bahwa lingkungan sangat berpengaruh pada pembentukan kecerdasan dan kemampuan tumbuh kembang anak namun jarang sekali kita mau memperjuangkannya. Apalagi memerhatikan kebutuhan anak dengan sosok yang dapat diteladani.  Membacakan kisah teladan dari riwayat hidup para Nabi saja rasanya sering terlewatkan karna kesibukan sehari hari. Naudzubillah.. Padahal, itu sangat penting. Hal yg penting sering terlewatkan, dan hal yang tidak penting, selalu diprioritaskan, itu yg sering terjadi.

Ya, disinilah mentalitas sikap seseorang yang pernah- dan sebenarnya masih dijajah terlihat: Tidak terlalu suka berjuang atau tepatnya memperjuangkan hal hal yg dapat mendatangkan kebahagiaan anak dimasa depan. Jangankan anak, memperjuangkan kebahagiaan diri sendiri saja terkadang kita malas dan masih harus selalu menggantungkan diri pada mood dan keadaan. 

Sungguh memalukan dan janganlah marah jika suatu ketika nanti, pada masa yang akan datang; anak kita akan mewarisi sifat kedua atau salah satu dari orangtuanya. Karena bibit buruk itu akan terus berkembang.
Jika kita mau melihat sedikit saja kedalam diri kita for a second, we should found much more skills and talents. Apa saja? Kemampuan berbahasa yang erat kaitannya dengan sastra, dongeng, puisi, prosa, pantun serta pribahasa Indonesia. Tapi lagi lagi; kita selalu menganggap remeh yang telah kita miliki, tidak mensyukuri dan memilih untuk menonton gossip di TV. Sungguh merugi dan jangan mencaci orang lain atau bangsa lain yang berhasil menghargai kemampuan dengan mengasah bakat yg dimiliki dengan tekun juga serius  pada bidang-bidang yg digandrungi dengan professional sedari dini, 

Seperti sebuah kota yang mengetahui  pantun adalah citra kota nya yang seharusnya di lestarikan sehingga lebih mampu dipahami bahkan disosialisasikan dengan baik dan menarik oleh mereka nantinya sehingga menjadi label kota itu sendiri (landmark, icon) yang bahkan, dapat diwarisi dan sangat bermanfaat bagi anak cucu kita, terkhusus bagi kota tersebut.

Yang juga lupa kita syukuri sehingga menjadi lupa pula untuk dihargai adlah pengalaman pribadi. Selalu saja kita menganggap biasa  apa yang kita alami. Padahal, tidak pernah ada yang kebetulan dalam hidup ini. Contohnya saja: Pengalaman mendidik 2-3 bahkan ada yang sampai mendidik anak tetangga dengan berbagai karakter dan kecenderungan mereka yang berbeda tentunya hal ini bukanlah hal yang bisa kita anggap biasa. Karna beradaptasi dengan satu orang saja, rasa rasanya memerlukan waktu seumur hidup (baca: suami.red), apalagi dengan beraneka murid.

Tentu akan berdampak positif jika kita mau meluangkan sedikit waktu namun konsisten (istiqomah.red) untuk tetap dan terus menulis dalam keaaan sesulit apapun yang nantinya tulisan tersebut akan dibaca banyak orang dengan berbagai jenis pola fikir dan kemampuan yang berbeda pula, tulisan yang kita anggap sebagai sampah iseng bisa jadi sedang sangat dibutuhkan oleh orang lain. 

Maka, sebaiknya mari terus membudidayakan kebiasaan menghargai. Baik itu menghargai waktu, menghargai kemampuan atau ketertarikan diri pada sesuatu, mengolah hal negative menjadi positif.

Jangan hanya mampu menyalahkan orang dan keaaan tanpa pernah memperjuangkan kebahagiaan kita dan kebahagiaan orang yg kita sayangi, peduli. Jika disuatu hari nanti anak anak kita, para tunas tunas bangsa hanya mampu mencintai adat adat dan pola kebiasaan kebiasaan buruk bangsa barat, jangan memarahi mereka karna mereka mendapatkan apa yang sedang mereka butuhkan dari bangsa barat, yg terbuka. Yang perlu sering kita lakukan bukan menyalahi ketidakmampuan anak dalam mengambil hal hal yang mereka butuhkan dari negri Indonesia, melainkan berusahalah untuk focus pada solusi dan kontribusi, sekecil apapun itu, jangan pernah meremehkan. Merdeka!

01:27 pagi. At Banda Aceh.
Terbangun, karna hujan masuk melalui celah celah jendela tempat tidurku, dan mulai menulis.
 Allahumma soyyiban nafian wa ‘ilman nafian wa ‘amalan mutaqobbalan wa rizqan wasi’an. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar