Minggu, 23 Maret 2014

Komunikasi Massa, Kesehatan dan Kepekaan Emosional

Sehari yang lalu, sehabis mengikuti seminar tentang kesehatan ada banyak catatan dan inspirasi yang ingin kutulis. Tapi, sepertinya masih banyak hal-hal lain yang harus diprioritaskan dibanding harus berbagi tanpa komunikasi interaktif seperti blog ku yang memang tidak ku komersilkan dan dengan bentuk yang sangat sederhana sekali. 

Tetapi, meski belum sempat menulis dan berbagi hal hal seputar dunia kesehatan yang telah kudapat, hari ini pun setelah sedikit menulis tugas wajib ku ada hal yang tampaknya harus kutulis dan tak boleh tertunda. Dalam keadaan konsentrasi menulis tugas yang kunikmati, ada sesuatu yg menyebabkan aku terpaksa harus (mau meski tak ingin) melangkahkan kaki kesuatu ruangan yang memang tersedia buku lama ku disana. 

Merasa khawatir membuang waktu meski sedetik saja, kuperiksa isi lemari dikamar yang dulunya kamarku ini, meski otak dan hatiku sedang tidak ingin membaca. Jadi manfaat keberadaan sekunderku ditempat ini hanya kunjungan inspeksi saja, pemeriksaan. tujuan utama nya menjaga bayi seseorang. setelah mengambil satu buku lama berjudul "Melejitkan Kepekaan Emosional" yang pernah kubeli sewaktu bersekolah di Gontor dulu, badan kurebahkan sambil melihat sekilas ke arah bayi yang tidur nyenyak. 

setelah itu, kucoba memaksa diri menikmati tontonan televisi yang sebenarnya aku sedang tidak ingin dan tidak bisa menonton karna sudah pukul dua belas malam sedangkan laptop menungguku dengan manis diruangan lain dengan program word dan materi-materi yang menungguku dengan senyumannya. 

Acara Televisi yang ada saat itu (sepertinya pemilik kamar ini sedang menonton acara ini tanpa dimatikan dulu sebelum pergi) berjudul "Nowhere To Run" rasanya geli membaca judulnya dan ingin segera pergi dari ruangan ini, tetapi tetap kupaksakan diri untuk menonton hal-hal dengan cara lebih baik, yaitu "menonton"

Hasil Korelasi antara "tontonan beberapa adegan di film tersebut" dan "buku lama dengan perasaan baru yang hinggap, meski belum ada waktu luang untuk membacanya lagi yaitu kepekaan emosional" adalah (intro dulu dah):
dari dulu aku memang sangat tertarik dengan kecerdasan emosional bangsa Eropa. Itu makanya, dari sd sampai smp aku rela tidur larut malam hanya untuk menonton film mereka. Yang kutonton adalah cara mereka menyikapi kehidupan sehingga pemikiranku dari dulu adalah anak yang dewasa lebih cepat melebihi umurku seharusnya. kelebihan dapat menjadi kekurangan dan kekurangan dapat menjadi kelebihan. dengan bersyukur, kekurangan dapat menjadi kelebihan dan kelebihan tetap menjadi kelebihan yang dititipkanNya untuk kemaslahatan bersama.

Kini kusadari, kenapa banyak orang mendoakanku tinggal diluar negri dan merasa aku lebih baik tinggal diluar negri daripada di Indonesia, meski kurasa tidak. Anehnya, kenapa aku baru mengingat dan menyadari lagi setelah sekian lama kuketahui, kunikmati dan kugunakan secara sadar dan tidak sadar kelebihan yang dititipkan Allah padaku? mungkin karna aku berusaha melupakannya, mungkin karna aku ingin menjadi biasa biasa saja. 

Akan kubagi beberapa adegan di film nowhere to run. 
karna memang aku hanya menonton sedikit saja.
adegan 01: Seorang wanita yang memiliki tanah gandum yang banyak, didatangi pedagang besar untuk menjual tanahnya secara halus namun memaksa, melalui dialoq yang cukup menekan dan menyudutkan.
adegan 02: sepupu laki laki si cewek, berusara ketika cewek tersebut membukakan pintu bagi si calon pembeli yang memaksanya dengan ramah.

adegan 001: tengah malam si sepupu cewe kaya tersebut dibangunkan anak laki laki (entah siapa) memberitahu gudang gandum tetangga nya terbakar. (terlihat, api yang begitu besar)
adegan 002: laki laki tersebut menerobos kedalam lautan api menyelamatkan suami dari tetangganya. 
adegan 003: terlihat tanki minyak sudah dijilati api, lalu POV beralih ke alat yang bisa digunakan untuk memadamkan api yang besar. hingga akhirnya ia berhasil memadamkan api besar tanpa bantuan pemadam kebakaran setidaknya sedikit. 

pelajaran moral:
kecerdasan emosional besar kaitannya dengan kecerdasan spiritual. 
disaat banyak tuntutan dihadapi, diperlukan kecerdasan emosional yang terlatih dengan baik agar dapat melihat solusi, lalu memanfaatkannya untuk kemaslahatan masyarakat luas. 
sekian, maaf ga terlalu rapi dan detail menuliskannya, udah malam, mau rehat. besok masih mau lanjut ngerjain tugas lagi. daaaqq.... semoga manfaat.  


Kamis, 13 Maret 2014

Tingkatan Membaca dan Metode Penyaringan Informasi


Hari ini kerjaanku Cuma makan, jalan, makan, baca sebaris, jalan, beli sepatu, beli cd, makan, jalan, ngobrol. Ngikutin alur jadwal orang lain aja pokoknya. Jadwalku baru sore sampe malam bisa dikerjain. ya alhamdulillah sih meski ga fokus disyukuri aja. sedikit yang berarti, semoga. Dan cobalah, belum maksimal belajar malah akhirnya tergerak buat nulis di blog.

Dalam perjalanan nemenin ibu tadi kami naik becak. sebagai anak mantan komunikasi dan sedang melanjutkan program studi komunikasi saya berusaha berkomunikasi dengan bapak yang mengendarai becak kami. Sebenernya, aku dalam keadaan malas berkomunikasi, seperti biasa, sebenernya lebih suka diam aja. menikmati semilir angin menyapa sambil melihat jalanan. Biasanya dari situ banyak sekali inspirasi yang datang, jika sedang fit dan mood khususnya. 

Tapi aku merasa berkewajiban untuk memaksa diri mengobrol dengan bapak ini, hingga dari yang awalnya si bapak menjawab ala kadarnya sampai cerita tentang kesulitan yang dihadapinya dalam mengatasi anaknya yang sedang 'malas bekerja' dan malah sibuk dengan hp nya seharian. Berbagai solusi coba kuberi ke bapak yang kelihatan putus asa ngadepin si anak pertama yang seharusnya menjadi teladan bagi adik-adiknya. 

Karena ngobrol didalam becak dengan kondisi dalam perjalanan dijalan raya,tentunya suara bising mengalahkan suara lemahku. Aku berusaha mencondongkan diri supaya gak perlu teriak (karna tenggorokanku selalu sakit kalo teriak teriak, meskipun punya bakat untuk ini) dan alhamdulillah si bapak juga memperhatikan dan mendengarkan apa yg coba kusampaikan ditengah hambatan komunikasi kami bertiga bersama ibu, alias berisik. 

Ketika hampir sampai tujuan, wajah si bapak terlihat lebih cerah dan lega. Ditengah tengah obrolan pun beliau menyampaikan ketersyukuran dengan wajah berbinar binar "iya, memang itu yang susah untuk saya lakukan.." dan seterusnya.

Aku merasa senang melihat si bapak senang namun disatu sisi malu juga karna jarang bersosialisasi seperti dulu. Tapi bukan hanya bersosialisasi yang jarang kulakukan 1-2 tahun terakhir ini, atau mungkin bahkan sudah bertahun-tahun. Aku juga jarang membaca. bukan hanya jarang, tapi juga sudah tidak begitu tertarik membaca. Tapi, tuntutan untuk banyak membaca begitu sering mendatangi. Hal ini membuatku repot juga kadang kala, untuk menyeimbangkan antara tuntutan dan keinginan. 

Mungkin juga karna lama sekali tidak membaca, dan tidak "membaca" otakku menjadi semakin aih sulitnya digunakan. Bahkan, untuk membaca satu materi aja harus berulang ulang baru bisa kupahami hahaha.Tapi ga apa lah, semoga baik bagi perkembangan karakterku nantinya. (loh?)

sudah seminggu lebih kerjaanku cuma membawa buku Metodologi Penelitian tapi hanya membawa saja, sampai buku itu lecek, materinya cuma sebaris yang kubaca. lucu ya. tapi ga bisa ketawa saking lucunya. Buku buku yang lain juga bernasib sama. Dibaca sedikit ditutup lagi. tapi anehnya, ya aku masih bisa dikatakan "wah, ari pintar sekali" sama professor ketika menyerahkan hasil tulis buat skripsi. jujur, asli, aku geli mendengar prof ngucapin itu, apalagi didepan teman teman pula, tapi bersyukur dan berucap amin ya Allah... 

semoga aku beneran jadi pinter seperti perkataan prof yang entah menyindir atau jujur mengungkapkan fikirannya. hahaha.. aku ga mau meneliti tentang ini karna bakal ga siap dengan hasil akhirnya

yang kutau, otakku sulit diajak kompromi untuk membaca. apalagi "membaca
dan anehnya, disaat tak kupaksa tak kuajak membaca atau "membaca" si otak malah "membaca" dan membaca apa aja yg ada dibuku atau diluar buku dengan sendirinya. konyol yang disyukuri aja harusnya. 

Malam ini, ditengah kerumitan membaca sambil "membaca" aku teringat perkataan ayahku ketika masih SD. Tingkatan membaca itu yaitu, membaca lalu berfikir "ini artinya apa." Kemudian membaca lalu mengetahui seluruhnya sehingga bisa membaca dengan cepat. kemudian membaca lalu sambil merevisi isi bacaan, ini seharusnya gak gini ini seharusnya begini dst. 

Nah, karna beberapa tahun lalu ayah sempat menyuruhku berhenti membaca karna kekhawatirannya terhadapku maka aku mengira sudah memang tidak perlu membaca lagi. Ternyata ayah hanya menyuruhku untuk praktek kerja dengan sedikit ilmu yg dititipkanNya. Sehingga, ketika disuruh membaca lagi setelah otakku lama tak bekerja dengan baik (oalah, gak ada kata kata yang lebih baik ri?) maka aku sedikit kewalahan menghadapi kebebalan otak ini.

Sampai lah tingkat kewalahan itu pada pemahaman tingkatan membaca itu masih ada lagi.
setelah sampai pada kemampuan membaca sambil merevisi isi bacaan didalam otak secara otomatis berdasar pengalaman dan pengetahuan dimasa lalu yang terekam di memori. Maka tingkatan membaca selanjutnya adalah menyatukan antara teori dan praktek yang harus ditemukan jalan tengahnya atau solusi bagi banyak pihak tanpa merugikan atau menyakiti

Dan, tetap menjaga kestabilan emosi diri dengan pemakaian emosi disetiap olah kata. How come?
*dududu, syalalala..        

Tidak hanya sampai disitu, kita juga harus mampu menuliskan kembali hasil 'olah fikir' yang biasanya masih berupa simbol-simbol, atau angka angka menjadi 'huruf-huruf' yang disebut sebagai susunan kata menjadi kalimat yang bisa dibaca dan dipahami manusia pada umumnya. Bagaimana? karna saya sendiri saja kesulitan menjadi manusia, konon lagi harus memberi pemahaman pada manusia apalagi jika manusia yang harus diberi pemahaman adalah manusia yang sudah lama menjadi manusia hehhe. saya harus make alat bantu apa kalo gitu supaya cepet? 

jawabannya mungkin begini: Harus pake bantuan visual audio dan ilmu akhirat!
 
Penyaringan Informasi
Sangat banyak Informasi yang bertebaran di masyarakat. Meskipun Informasi dan ilmu adalah dua hal yang berbeda dari segi transformasi kemuliaannya, tapi tidak banyak juga yang menyadari ini bila tak sering diingatkan bila tak ada yang menyadarkan.

Namun, siapa yang sudi menyadarkan jika diri sendiri tak ingin sadar diri. Sia-sia saja rasanya jika penyaringan Informasi sulit dilakukan diri pribadi karna Undang-Undang Indonesia takkan mungkin mengatur semua hal tentang Informasi hingga sedetail detailnya. Mengingat, Masyarakat kita bukan terdiri dari pakar dan ilmuan yang selalu perduli pada orang lain sebagaimana yang terjadi di Eropa dan negara sekitarnya. Kita sebut ini, Krisis Akhlak.

Lucu, kita tak punya UUD yang cukup baik tapi juga SDM tak ditingkatkan dengan super high quality control. Atau karna UUD yang tak cukup baik maka SDM kita semakin kacau. Ya, apapun kesimpulannya, saya tak sedang meneliti lebih jauh tentang UUD Penyaringan Informasi. Karna, lucu aja rasanya jika UU ITE harus beribu-ribu lembar. Siapa yang mampu menghafalnya? 

Bila Norma norma masyarakat telah terkikis, sama halnya terkikisnya sawah-sawah dan sungai-sungai menjadi bangunan pembatas jalan bagi angin semilir, maka, hati nurani yang perlu diaktifkan kembali. Karna peraturan tak tertulis akan lebih mudah ditaati ketimbang aturan tertulis. 

Untuk saat ini, hal yang bisa dilakukan demi menyaring informasi mungkin seperti ini:
A. Menutup Telinga dengan Earphone, mp3 ayat Quran.
B. Menutup mata dengan buku buku tebal yg mampu menambah kualitas diri.
C. Berteman dengan orang orang tertentu (meski sebenarnya tidak suka memilih teman)
D. Banyak membaca ayat kursi dan Al Baqarah. hahaha.

Ah, sudahlah.  Semoga tulisan konyol ini bermanfaat bagi umat. (wahhahahaha)
 
   

Selasa, 11 Maret 2014

Life and Travel

Jika ternyata dalam perjalanan menyelesaikan dan menyusun potongan puzzle kehidupan mendapat banyak gangguan sehingga terasa sulit, mari dirubah bersama sudut pandangnya menjadi banyak mendapat inspirasi dan cinta dariNya. 

Potongan gambar itu bisa ada dimana saja, ditempat para pembuat maksiat atau ditempat para penimba ilmu yang dilindungi dan dimuliakan Allah. Ia bisa berada di tempat Konglomerat atau di pedesaan bahkan di obrolan anak-anak TK,SD, SMP, SMA. Itu sebab, islam tidak menganjurkan untuk marah dan menyikut orang lain meski dalam keadaan berdesak desakan dalam thawaf. Meskipun dalam keadaan berbuat baik itu bisa saja ada yang meneraikimu “sok suci!” “sok tau!” dan segala kemungkinan buruk lainnya. Itu tak ubahnya desakan bagimu agar mengingat Allah lebih khusuk, lebih dalam, lebih menuntut sebagaimana anak kecil yang merengek-rengek kepada Ibunya untuk dibuatkan susu. 

Inspirasi itu tidak akan didapatkan kecuali dengan tahapan-tahapan tertentu sebagai bagian dari prosesnya. Jikapun inspirasi itu datang dengan mudahnya sesuai sifat Rahman, Rahim dan segala yang dikehendakiNya bersama 99 asmaNya yang selalu Indah dan Sempurna hanya dengan untaian Doa yang sungguh syahdu nya dalam kekhusyukan yang tentu saja merupakan anugrah dari Allah, sang pemilik semesta. 

Maka, jangan lupa untuk mengingat kembali kekuatan yg dititipkan Allah kepada hambaNya, meningkatkan keterampilan guna dijalankan bersama keyakinan itu, hingga mampu berjalan ditengah gelombang kehidupan.


Akhirnya, telah sampailah seseorang pada tingkat kesabaran yang didapatkan dari Anugrah Allah saja yang kapan saja bisa diambil kembali ketika lengah atau ketika kapan saja sang pemilik kebaikan itu berkehendak. Disini, iman ilmu amal istiqomah berperan besar dalam menjaga kestabilan langkah. 

Akhirnya, potongan puzzle yang masih berserakan dimana-mana tersebut  dapat kita pungut guna ditempelkan, diletakkan ditempat semestinya, agar gambaran kehidupan itu menjadi semakin kuat, tidak terpotong-potong, terlihat menyeluruh dan jelas. Hingga tercapailah kebahagiaan dunia-akhirat. Kepuasan Batin. Kelegaan tiada tara karna mampu menyelesaikan tugas dariNya, melebihi dari perasaan ketika menerima lembaran-lembaran rupiah, euro atau alat tukar manapun yang ada didunia.  
Hanya Berbagi, semoga manfaat.