Living…
By: Ari Hayati Daud
Subuh ini dibuka dengan pesan bbm dari seorang
teman, a really nice person with a very nice habit she had. “Thanks ya emailnya, I just read it” sambil
berusaha bersusah susah mengirim foto emailnya yang terbuka dengan tampilan
gambar artikel ku. “Thanks for confirm
back.” Dalam hatiku bersyukur memiliki teman yang bersikap nice as long as
she can.
Selesai 2 lembar al a’raf, yang ditemani a glance
of white shadow (sampe ibu takut) dan mengobrol dengan calon abang ipar tentang
makhluk ghaib for 5 minutes then I went upstairs.
Rasanya pengen nulis lagi, meskipun sedang tidak bisa
menulis-entah kenapa.
Seperti biasa, jika sedang buntu, akan selalu
kuambil dua kotak makanan berwarna pink dan putih itu, lalu membuka kotak pink
terlebih dulu dan mengambil 2 kertas yang sudah langsung menyembul keluar
begitu dibuka. Gulungan kertas berwarna putih itu kubuka, terdapat tinta
berwarna hitam bertuliskan : Living.
Gosh, Im scare to write it down on. Because it
will takes longest time to do. Tapi, kubantah rasa takut itu dengan perasaan
optimis melalui bantuan logika, ngga, tenang aja, gak bakal lama kok, just fill
it up and flow like a water.
Kan bakal dibantu dengan potongan kertas yang lain, berdasar
potongan potongan kata yang lain.
Well, ok, its less from ideal. But better do, than
never. I Mean, aku memang berharap menulis kannya dengan maksimal. Tapi rasanya
belum ada kemampuan semacam itu. maybe someday.
Potongan kertas kedua kubuka, beruliskan “You’re lucky to be living here.”
Hehehe.. its so much fun to open and read these words. Amin ya rabbal’alamin.
It’s a cozy room I had. Dan terlintas beberapa orang yang sampai saat ini
kuanggap mereka lebih pantas mendapatkan potongan kertas ini. Orang orang yang
mendalami agama dengan sangat tekun, jauh di belahan bumi Allah yang lain;
terkhusus mesir, madinah, etc. Sebuah keberuntungan yang bertolak belakang.
Sama namun berbeda. Karena Allah selalu memberi keberuntungan sesuai kebutuhan,
mungkin seperti itulah tepatnya.
Lalu kututup dan kubuka kotak berwarna putih. 8
kertas kuambil secara bergantian.. angsur berangsur. Dengan harapan, agar kotak
putih ini segera kosong dari potongan kertas kertas sehingga bisa kumulai
project baru. Well, need you to say: Amin.
8 kertas itu bertuliskan:
I don’t know, anybody.Just
a speck of train. Ia tak percaya dirinya memiliki musuh.
Prinsip yang idealis atau idealis terhadap prinsip.
Memiliki selera seniman.
I wonder whats happening with my life (that I
feel upset is only natural).
Aku
sangat menyesal.
You mustn’t forget your keys.
Jadi, total keseluruhan yang harus kutulis ada 10
subject dengan tema yang dimasukkan kedalam satu judul pertama yaitu: living.
Ini semacam permainan kata, for me. Kuciptakan untuk mengasah kemampuan
menulisku yang sudah hampir berkarat.
Living itu bermakna hidup atau tinggal. Nonliving
adalah kata pasifnya, yang berarti tidak hidup. Sedangkan the living artinya:
yang hidup. Working for a living artinya bekerja untuk hidup; jadi, gak kerja
gak hidup.
Bukan hidup untuk bekerja atau hidup untuk makan,
tapi makan untuk hidup. Aku makan agar tetap hidup sehat, dan aku bekerja agar
tetap hidup dan layak dikatakan hidup. How to keep life balance are keep moving
on.
Bergeraklah, karna didalam gerakan itu terdapat
berkah. Namaku sendiri, hayati artinya adalah kehidupan – hidup. Hidup
penghidupan! Hidup! Hup hup hup !
Betapa banyak hal hal yang dapat dibahas seputar
hidup dan kehidupan. Alam semesta, dan segala isinya. Tapi, mari kita ambil
beberapa point aja sebagai perwakilan; manusia.
Manusia adalah pelaku or subject from object and
object compliment. Manusia adalah hal hal yang sering tersorot dalam melakukan
sebuah gesekan, atau tepatnya; perbuatan. Entahlah itu perbuatan baik atau
buruk sekaligus. Apa saja. Manusia bisa diwakilkan dengan kata “saya” atau “I”
I Don’t know, anybody.
Pretty stupid tittle but I do love it. “I don’t
know, anybody.” “yes, I do” jawabku kepada diri sendiri. Dari kecil, aku selalu
merasa hidup sendiri. Tentu saja, ini bukan dalam arti kata yang sebenarnya,
karna mana mungkin aku bisa hidup sendiri tanpa orang tua, teman, saudara, dan
musuh sekalipun. Segalanya tarik menarik dalam membuat alam semesta ini menjadi
begitu berwarna.
I don’t know, anybody. Ini semacam penegasan
kepada diri sendiri ketika kuketahui sedari kecil aku selalu tak begitu perduli
dengan sekitar. Tidak peka, dan tidak pernah mencoba peka. Bahkan kepada orang
orang yang care too much with myself.
Aku juga tetap kesulitan untuk peka dan ber empati
terhadap rasa peduli dan rasa sayang mereka kepadaku. Apakah ini tanda tanda
bodoh yang berlapis lapis? Mungkin saja. Atau lebih dari itu; autis.
Ada banyak tanda menuju ke arah ini, 3 tahun lalu
kusadari. But its ok and do not worry to
much please, cause it cant will killing you.
Salah satu kesuksesanku adalah, ketika aku
berhasil untuk ‘belajar perduli’ pada urusan orang lain (peka.red). Apakah
begitu? Yah, setidaknya ketika mereka curhat dan aku menimpali dengan solusi
atau sekedar berbagi waktu yang kumiliki untuk mendengarkan rintihan mereka.
Meskipun, aktifitas ku menjadi terganggu. Tak apalah. Semoga berguna bagi
mereka dengan mengobrol kan perasaan itu.
Aku sering lemah dalam menghafal nama, juga wajah.
Kecuali sipewajah memiliki karakteristik (khas) tersendiri. Dengan watak yang
sedikit unik. Jika ia memiliki gaya yang standar, seperti ; meminum air putih,
membaca ketika waktu membaca, menulis ketika disuruh menulis, tidur ketika
harus tidur, maka, akan sangat mungkin aku mudah melupakan sosoknya, terlebih
namanya.
*sorry,
ini bukan berarti saya ini sombong ya, tapi murni kelemahan saya pribadi.
Sering menjadi malapetaka bagi saya ketika tidak sadar tentang hal ini dan jika
disadari dan disyukuri malah menjadi anugrah dan nikmat tersendiri untuk
saya-dan semoga; kita semua. Amin.
Diluar sana, kurasa, masih ada hayati hayati lain
yang juga memiliki kelemahan seperti yang saya rasakan. Jadi, jika kamu
menemukan mereka di perjalananmu menujuNya, maafkan saja dan maklumi mereka ya.
J
Just a speck of train.
Speck itu berarti noda atau bintik. Contoh kata
nya seperti ini, he was just a speck on the horizon; ia kelihatan sebagai
sebuah bintik di kaki langit. Atau bisa
berarti jumlah yang artinya; sedikit. We haven’t a speck of fruit. Kami tak
mempunyai buah-buahan barang sedikitpun. Bintik dan sedikit.
Sedangkan train, kita semua tau artinya adalah
kereta api tut tut tut, siapa hendak turut.. just a speck of train ini adalah
kiasan, yang berarti, ujung kereta atau setitik noda, atau seberkas tanda.
Seperti perumpamaan saja. Untuk apa saja. Tergantung penggunaan kalimat yang
diinginkan.
Bagaikan kehidupan dan fasilitasnya, yang seperti
speck of train jika dilihat dari atas. Pernah naik pesawat dan memandang
kebawah kan ? ketika pesawat akan take off atau landing. Lalu melihat rumah,
mobil, seperti mainan saja. Jadi, inilah yang dimaksud di quran dengan;
Sesungguhnya hidup ini adalah permainan belaka, jangan sampai terlena bermain, mengumpulkan
fasilitas fasilitas dunia. Begitu kira kira. Im agree with that.
Selalu setuju dengan isi quran meskipun ga selalu
langsung paham seketika. Butuh perenungan panjang yang khidmat. Tadabbur kata
mereka; the really lucky guys and gals out there: mesir mekah madinah Pakistan
afganistan sudan London Syria turki Singapore and so much more; yg berdiam para
hamba-hamba Allah yg taat dan terus berusaha memurnikan ketaatannya, selalu.
Ia tak percaya dirinya memiliki musuh.
Siapakah ia ? well I dunno, kata kata ini terkutip
dari novel malory towes hal 135 (entah jilid 1 atau 2) yang kubaca dari smp.
Sebuah kisah berasrama, yang tanpa kusangka ternyata setahun setelah itu aku
mengalaminya; hidup didalam asrama. College, bukan collagen.
Siapa
sangka kita memiliki musuh ?
Setelah banyak hal baik yang kita lakukan (ceileh,
hal baik nih yeee..) yah maksudnya sih, seenggaknya berusaha berbuat baik deh
ya, meski tak selalu bisa sempurna seperti malaikat. Tiba tiba saja ada orang
yang menusuk dari belakang, samping, depan, atas, bawah (udah kayak misi
terlarang gini nih tulisan)
Lantas dengan bertubi tubinya cobaan yang datang,
kita menjadi berfikir: Am I right ?
Kita takkan mungkin selalu benar tapi kita juga
takkan mungkin selalu salah. Setidaknya kita hanya disuruh untuk terus berbuat
baik meskipun banyak batu batu melempar kearah kita, dari ujung kepala sampai
ujung kaki; alhasil, all we can do just dancing in the rain.
Masih mending kalo hujannya duit, ini hujannya
batu, kalo ga lentur lentur tuh otak n badan, bisa bocor, mimisan kanan kiri
dah. Yah, anggap saja bagian dari jihad kawan. Jadi inget tehnik tai chi. Pake
aja unsur alam untuk melindungi diri, ya sekedar perlawanan pasif saja; tehnik
defensif yang pada akhirnya memanfaatkan keadaan untuk mengeluarkan potensi
diri yang tersimpan. Karna yang akan membalas adalah Allah, tuhan semesta Alam.
Sadis boooo… so you guys, just relax: janjiNya
pasti dan nyata. Jadi, masih ga percaya bisa punya musuh ?
Kita takkan mungkin sempurna tapi kesempurnaan
harus diupayakan (quote by someone at EJ)
Prinsip yang idealis atau idealis
terhadap prinsip.
Hablum minaAllah 100% dan hablum
minannas 100%
Suatu ketika di bertahun yang lampau semasa
menghirup udara di lingkungan berasrama, ada seorang ketua angkatan yang beranggotakan
ribuan orang, datang kehadapanku yang saat itu sedang bersandar ke sebuah rak, mencari posisi yang
nyaman untuk membaca quran di siang yang begitu terik dan kering.
Berbasa basi sedikit lalu berkata, saya lagi
sedih.
“oh ya? Kenapa? pantesan dari tadi ga semangat”
“iya, saya rindu. Saya rindu bisa shalat di shaf
pertama.
Saya rindu dzikir panjang dan doa yang panjang.
Saya rindu waktu waktu seperti itu.”
“oh ya sudah, kenapa ga dilakuin lagi?” tanyaku
polos idiot – maklumlah.
“Gak bisa lagi.” Jawab nya dengan sedikit
menangis.
“Kenapa?”
“iya, sekarang ini tiap mau dzikir udah ada
panggilan untuk rapat. Rapat yang diobrolin juga gak penting banget, sekedar
membicarakan permasalahan orang lain. Dan masalah nya itu ke itu saja. Saya
bosen dan jenuh. Orang yang ditindak juga gak berubah berubah” Jawabnya,
sesenggukan.
Sampai
disini, aku tercenung, tepatnya sih terdiam.
Menarik nafas lalu berbicara.
“Kalau
begitu, berarti antum ini egois orangnya dong.”
Dia
yang pada awalnya tertunduk dengan menangis, langsung mendongak.
“Maksudnya?”
terlihat air matanya tiba tiba kering.
“iya,
egois. Karna ga begitu perduli dengan orang lain. Apa antum mau masuk surga
sendirian ?”
Kulihat
ia terkaget dengan ucapanku. Padahal sebenarnya, aku juga kaget dengan ucapanku
yang entah dari mana. Pastinya sih dari bibir, ga mungkin dari telinga.
Lantas
tanpa menunggu jeda terlalu lama, kulanjutkan kata kata ku.
“Apa
antum tau, kalau ga semua orang seberuntung antum? Terlahir dari keluarga yang
memiliki pemahaman agama yang tinggi karna berasal dari keluarga yang baik?
Mulailah melangkah dengan nama Allah. Segalanya lakukan untuk Allah, langkah
kecil yang antum lakukan selalu atas nama Allah, bukankah itu juga bisa menjadi
ibadah? “
Sampai
disini, ia tersenyum. Sudah tidak ada lagi airmata di matanya. Lalu berkata.
“Syukron
ukhti. Menyalamiku, seketika kutarik tanganku (afa afa an nih orang ? kok nyium
tangan gw?)” dua tiga kali ia memaksa
untuk nyium tanganku, aku jadi ketakutan hahahaha… dan akhirnya dia pergi.
Karna
memang sudah waktunya untuk pergi. Kalau ada yang tau gadis ini, tolong kabari
diriku yang mengenangnya ya, ia gadis jilbaber dengan kelahiran 87 atau 88.
Posturnya tinggi dan kurus. Berasal dari, Palembang. Namanya sih (lagi lagi)
lupa, tapi, berawal dari: Dewi.
Sampai
disini temen temen, ane jadi inget lagunya maher zain. Hold my hand. Hold my hand, there are many ways to do it
right…………………… fleksibel, itu lebih baik. J
Memiliki selera seniman.
I wonder whats happening with my life
(that I feel upset is only natural).
Aku sangat menyesal. You mustn’t forget
your keys.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar