Ketegasan Khalifah Yazid
Perbuatan Zhalim itu adalah kegelapan di hari Qiamat
(HR. Bukhari, Muslim & Tirmidzi)
Abdurrahman Bin Dahhak adalah Walikota Madinah pada
masa khalifah yazid bin Abdul Malik. Pada saat itu di kota tersebut terdapat
salah seorang keluarga Rasulullah, Fathimah binti Hussein bin Ali (Cicit
Rasulullah) yang sudah menjanda dengan beberapa orang putera. Ibnu Dahhak, si
walikota berniat meminang cicit Rasulullah tersebut, tetapi fathimah menolaknya
dengan halus:
“Maaf,
saya sudah tidak berhasrat lagi untuk menikah,
sebab
hidup saya sudah saya niatkan untuk memlihara anak anak saya.”
Namun
walikota tersebut tetap berkeras untuk menikahi cicit Rasulullah, dengan terus
mendesak fathimah untuk menerimanya; sedangkan fathimah tetap menolak
permintaan tersebut walaupun dengan rasa takut dan khawatir, sebab Dahhak
dengan kedudukannya sebagai walikota sudah
berani mengancam dengan kata-kata:
“Demi
Allah, jika engkau tidak mau menjadi istriku,
maka
aku akan menahan putera sulungmu dengan tuduhan telah meminum arak.”
Fathimah binti Husein mengadukan masalahnya kepada
seorang alim di kota Madinah, salim bin Abdillah bin Umar bin khattab, cucu
dari Khalifah Umar bin Khattab.
Salim menyarankan agar Fathimah menulis surat
kepada Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik yang berada di Damaskus, ibukota pemerintahan
Islam pada waktu itu, dan menceritakan perlakuan dan ancaman yang telah
dilakukan oleh Walikota Madinah terhadap dirinya. Fathimah mengikuti saran
Salim bin Abdillah dan mengutus seseorang untuk membawa surat kepada penguasa
Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik.
Sebelum utusan itu berangkat, kebetulan pada saat
yang sama, Amirul Mukminin member perintah kepada Ibnu Hurmuz, bendahara koa
Madinah, untuk segera menghadap memberikan laporan keuangan kota Madinah.
Ibnu Hurmuz segera bersiap-siap untuk berangkat ke
Damaskus dengan membawa laporan yang diperlukan, dan sambil berjalan dia
singgah di rumah Fathimah binti Husein untuk pamitan dan menanyakan apakah ada
titipan sambil berkata kepada Fathimah: “Saya akan berangkat ke Damaskus,
apakah ada yang akan dititipkan.”
Fathimah berkata: “Benar, tolong sampaikan kepada
Amirul Mukminin tentang perlakuan walikota terhadap diri saya, sehingga saya
merasa susah dengan keadaan tersebut. Ceritakan pula kepada Amirul Mukminin
bahwa walikota telah mengabaikan nasehat ulama, terutama nasehat Salim bin
Abdullah dalam perkara ini.”
Ibnu Hurmuz sangat susah dengan titipan tersebut,
sebab sesungguhnya dia tidak ingin mengadukna perbuatan atasannya kepada
khalifah di Damaskus.
Kedatangan Ibnu Hurmuz di Damaskus bersamaan dengan
kedatangan utusan Fathimah yang membawa surat pengaduan fathimah.
Dalam pertemuan dengan khalifah, ibnu Hurmuz
ditanya tentang kondisi kota Madinah dan juga ditanya tentang kondisi para
ulama terutama Salim bin Abdillah dan para ulama lainnya yang dikenal oleh
Khalifah.
Khalifah bertanya: “Adakah perkara penting lainnya
yang perlu engkau ceritakan atau perkara yang perlu dibahas..?” Ibnu Hurmuz
sama sekali tidak menyebut perkara Fathimah binti Husein, sebab dia tidak ingin
mengadukan perlakuan atasannya kepada khalifah.
Selagi dia menjelaskan tentang laporan keuangan
yang diminta khalifah, tiba-tiba penjaga istana masuk melaporkan bahwa utusan
Fathimah telah datang dan meminta izin untuk menghadap.
Pucatlah muka Ibnu Hurmuz karena khawatir khalifah
akan marah sebab dia telah menyembunyikan perkara tersebut, maka dengan segera
dia segera berkata:
“ Wahai Khalifah, Fathimah binti Husein ada
menitipkan perkara yang menimpanya agar diceritakan kepada Khalifah.” Ibnu
Hurmuz segera menceritakan perbuatan Ibnu Dahak kepada Khalifah.
Mendengar penuturan tersebut, Khalifah Yazid bin
Abdul Malik segera bangun dari tempat duduknya dan berkata dengan penuh
kemarahan: “Celkalah kamu, bukankah aku sudah bertanya kepadamu bagaimana keadaan
kota Madinah ..? Pantaskah kejadian sebesar ini engkau sembunyikan dari
perhatianku..?”
Ibnu Hurmuz segera memohon maaf dan mencari alasan
atas perbuatannya tersebut.
Utusan yang membawa surat Fathimah dipersilakan
masuk dan menyerahkan surat Fathimah binti Husein kepada Khalifah. Amirul
Mukminin segera membaca surat tersebut dan setelah membaca isi surat pengaduan
itu dia segera berkata dengan suara yang keras: “Ibnu Dahhak sudah berani
mengganggu keluarga Rasulullah dan tak menghiraukan nasehat ulama Salim bin
Abdillah. Siapa yang dapat memperdengarkan kepadaku jeritan walikota ibnu
Dahhak, walaupun dia berada di Madinah dan aku di kota Damaskus ?”
Diantara pejabat yang hadir dan mendenar kemarahan
khalifah berkata: “Wahai Amirul Mukminin, tak ada yang berani diantara penduduk
kota Madinah kecuali Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari, angkatlah dia, hanya
sekarang ini dia sedang berada di Thaif.”
Khalifah berkata: “Benar, demi Allah, dia memang
sungguh layak untuk tugas ini.” Khalifah meminta kertas dan menuliskan surat pengangkatan
Abdul Wahid sebagai Walikota Madinah, menggantikan Ibnu Dahhak:
“Dari Amirul Mukminin Yazid bin Abdul Malik kepada
Abdul Wahid bin Binsyr Nadhari.. Bismillahirrahmanirrahim.. Bersama surat ini
saya melantik anda sebagai Walikota Madinah. Jika surat ini telah sampai ke
tangan anda, maka segera datang ke Madinah dan turunkanlah Ibu Dahhak dari
jabatannya. Perintahkan agar dia membayar denda 40.000 dirham, lalu hukumlah
dia agar aku mendengar teriakannya dari Madinah.”
Berangkatlah utusan Khalifah membawa surat menuju
Thaif melewati Madinah. Ketika sampai di Madinah, utusan tersebut tidak
berkenan tinggal di tempat yang disediakan Walikota Madinah. Ibnu Dahhak curiga
atas sikap utusan ini, dan mengirim orang untuk mengundang utusan itu ke
rumahnya.
Sampai di rumah, Ibu Dahhak mengambil sebuah
bungkusan dan berkata: “Lihatlah bungkusan ini berisi 1000 dinar emas. Aku bersumpah
akan merahasiakan apa yang bawa dan kemana arah tujuanmu.” Uang itu diserahkan
dan utusan menjawab bahwa dia membawa surat khalifah yang ditujukan kepada
Abdil Wahid yang sekarang berada di Thaif.
Ibnu Dahhak melanjutkan: “Tunggulah selama 3 hari
disini, aku akan pergi ke Damaskus sebentar, dan setelah itu engkau melanjutkan
perjalanan ke Thaif.
Ibnu Dahhak segera berangkat ke Damaskus dan
menjumpai Maslamah bin Abdul Malik, saudara dari khalifah Yazid bin Abdul
Malik, menceritakan tentang kemarahan Khalifah dan meminta kepada Maslamah
untuk berusaha agar dapat meredakan kemarahan tersebut.
Maslamah bin Abdul Malik menghadap Khalifah dan
berkata : “Ada keperluan penting wahai Amirul Mukminin.”
Khalifah menjawab: “Semua keperluanmu aku penuhi
kecuali perkara Ibnu Dahhak, sebab aku tidak dapat memaafkan perbuatannya
tersebut.”
Maslamah bertanya: “Apakah perbuatan Ibnu Dahhak
yang membuat Amirul Mukminin bersikap demikian?”.
Khalifah menjawab: “Dia telah mengganggu Fathimah
binti Husein, keluarga Rasulullah dan mengancam serta menekannya. Dia juga
tidak menghiraukan nasehat ulama Madinah seperti Salim bin Abdullah serta tokoh
masyarakat kota Madinah lainnya.”
Maslamah berkata: “Jika demikian perbuatan yang
dilakukannya, amaka terserah anada untuk memutuskannya wahai Amirul Mukminin.”
Khalifah Yazid Bin Abdul Malik melanjutkan: “Sekarang
perintahkan Ibnu Dahhak untuk segera kembali ke Madinah. Dia harus menerima
hukuman dari walikota yang baru agar menjadi pelajaran bagi pejabat-pejabat
lain.”
Demikianlah sikap Khalifah Yazid bin Abdul Malik
dalam pengaduan rakyat terhadap perlakuan pejabat bawahannya, apalagi berkaitan
dengan keluarga Rasulullah dan alim ulama. Demikian juga sikap Ibnu Dahhak si
walikota yang arogan dan sombong sehingga bersikap sewenang-wenang terhadap
rakyat dan alim ulama dibawah pemerintahannya.
Semoga sikap Khalifah Yazid bin Abdul Malik
terhadap walikota Ibnu Dahhak yang telah menyalahgunakan kekusaannya untuk
keinginan diri sendiri dapat menjadi pelajaran bagi pemimpin di hari mendatang.
Friday, Jumadil Ula 1434 H/Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar