Fenomena Alam
Ketika sedang berbuka di puasa pada bulan syawal
1433 H/2012, dua keponakan laki laki ku shalat berjamaah. Dan menariknya yang
menjadi imam adalah yang lebih kecil namun lebih berani dan lebih banyak
hafalan juzammanya. Yang kecil masih SD dan yang menjadi makmum sudah SMP.
Dari sini kita ketahui bahwa kemampuan seseorang
tidaklah terjadi dan didapat begitu saja. Kedewasaan dan keberanian seseorang
tidak bisa diukur dari berat badan juga jumlah umur, berapa tahun kaki menapak
bumiNya. Tetapi, dari seberapa banyak
ilmu yg dimiliki dan diamalkan.
Semua terjadi atas kehendak Allah, apapun itu.
Akhirnya, memang benar bahwa anak yang lebih kecil
lebih mampu menjadi imam karena ia pernah belajar tata cara menjadi imam dan
menghafal beberapa juz amma. Namun keponakan yang besar juga pernah mempelajari
yang sama. Mungkin hanya kapasitas dan kecenderungan yang berbeda yang kini
membedakan kesuksesan mereka dalam menjadi imam.
Selain itu yang mempengaruhi kemampuan seseorang
ada di lingkungan; kita selalu tau bahwa lingkungan sangat berpengaruh pada pembentukan
kecerdasan dan kemampuan tumbuh kembang anak namun jarang sekali kita mau
memperjuangkannya. Apalagi memerhatikan kebutuhan anak dengan sosok yang dapat
diteladani. Membacakan kisah teladan
dari riwayat hidup para Nabi saja rasanya sering terlewatkan karna kesibukan
sehari hari. Naudzubillah.. Padahal, itu sangat penting. Hal yg penting sering
terlewatkan, dan hal yang tidak penting, selalu diprioritaskan, itu yg sering
terjadi.
Ya, disinilah mentalitas sikap seseorang yang
pernah- dan sebenarnya masih dijajah terlihat: Tidak terlalu suka berjuang atau
tepatnya memperjuangkan hal hal yg dapat mendatangkan kebahagiaan anak dimasa
depan. Jangankan anak, memperjuangkan kebahagiaan diri sendiri saja terkadang
kita malas dan masih harus selalu menggantungkan diri pada mood dan keadaan.
Sungguh memalukan dan janganlah marah jika suatu
ketika nanti, pada masa yang akan datang; anak kita akan mewarisi sifat kedua
atau salah satu dari orangtuanya. Karena bibit buruk itu akan terus berkembang.
Jika kita mau melihat sedikit saja kedalam diri
kita for a second, we should found much more skills and talents. Apa saja?
Kemampuan berbahasa yang erat kaitannya dengan sastra, dongeng, puisi, prosa,
pantun serta pribahasa Indonesia. Tapi lagi lagi; kita selalu menganggap remeh
yang telah kita miliki, tidak mensyukuri dan memilih untuk menonton gossip di
TV. Sungguh merugi dan jangan mencaci orang lain atau bangsa lain yang berhasil
menghargai kemampuan dengan mengasah bakat yg dimiliki dengan tekun juga serius
pada bidang-bidang yg digandrungi dengan
professional sedari dini,
Seperti sebuah kota yang mengetahui pantun adalah citra kota nya yang seharusnya
di lestarikan sehingga lebih mampu dipahami bahkan disosialisasikan dengan baik
dan menarik oleh mereka nantinya sehingga menjadi label kota itu sendiri
(landmark, icon) yang bahkan, dapat diwarisi dan sangat bermanfaat bagi anak
cucu kita, terkhusus bagi kota tersebut.
Yang juga lupa kita syukuri sehingga menjadi lupa
pula untuk dihargai adlah pengalaman pribadi. Selalu saja kita menganggap biasa
apa yang kita alami. Padahal, tidak
pernah ada yang kebetulan dalam hidup ini. Contohnya saja: Pengalaman mendidik
2-3 bahkan ada yang sampai mendidik anak tetangga dengan berbagai karakter dan kecenderungan
mereka yang berbeda tentunya hal ini bukanlah hal yang bisa kita anggap biasa.
Karna beradaptasi dengan satu orang saja, rasa rasanya memerlukan waktu seumur
hidup (baca: suami.red), apalagi dengan beraneka murid.
Tentu akan berdampak positif jika kita mau
meluangkan sedikit waktu namun konsisten (istiqomah.red) untuk tetap dan terus
menulis dalam keaaan sesulit apapun yang nantinya tulisan tersebut akan dibaca
banyak orang dengan berbagai jenis pola fikir dan kemampuan yang berbeda pula,
tulisan yang kita anggap sebagai sampah iseng bisa jadi sedang sangat
dibutuhkan oleh orang lain.
Maka, sebaiknya mari terus membudidayakan
kebiasaan menghargai. Baik itu menghargai waktu, menghargai kemampuan atau
ketertarikan diri pada sesuatu, mengolah hal negative menjadi positif.
Jangan hanya mampu menyalahkan orang dan keaaan
tanpa pernah memperjuangkan kebahagiaan kita dan kebahagiaan orang yg kita
sayangi, peduli. Jika disuatu hari nanti anak anak kita, para tunas tunas
bangsa hanya mampu mencintai adat adat dan pola kebiasaan kebiasaan buruk
bangsa barat, jangan memarahi mereka karna mereka mendapatkan apa yang sedang
mereka butuhkan dari bangsa barat, yg terbuka. Yang perlu sering kita lakukan
bukan menyalahi ketidakmampuan anak dalam mengambil hal hal yang mereka
butuhkan dari negri Indonesia, melainkan berusahalah untuk focus pada solusi
dan kontribusi, sekecil apapun itu, jangan pernah meremehkan. Merdeka!
01:27 pagi. At
Banda Aceh.
Terbangun,
karna hujan masuk melalui celah celah jendela tempat tidurku, dan mulai
menulis.
Allahumma soyyiban nafian wa ‘ilman nafian wa
‘amalan mutaqobbalan wa rizqan wasi’an. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar