Senin, 23 Desember 2013

Untuk Angin dari Pantai

23 Desember 2013
Terimakasih telah menyapaku dari jauh

Kudengar sayup suara angin memanggilku pulang. Katanya, aku telah lama mengapung tanpa sedikitpun menghiraukan dinginnya jari-jari kaki ku di dalamnya laut tanpa nalar berkehidupan. Wah, hatiku menghangat seketika. Bukan meleleh, karna hatiku bukan coklat lunak. Hatiku kuat dalam rapuhnya, terjaga Al Quran semoga saja.

Sahabat, kalian sangat romantis dalam kemandirian yang tak tersentuh olehku. Disini, ditengah laut ini aku ingin sejenak mengirimkan kabar kepada kalian yang begitu perduli padaku, melalui gelombang rasa. Kepedulian kalian sungguh membahagiakanku. Karna jarang sekali aku perduli akan diriku, beberapa bulan terakhir ini. Ia sedang disibukkan oleh tuntutan untuk membahagiakan orang-orang yang mencintaiku.

Meski terasa menyakitkan, namun kubersyukur karna hal hal yang menyakitkan mampu menampar ketidakperdulianku pada dunia. Dunia, dimana kakiku selalu berpijak tanpa bayang bayang. Dunia, yang selalu kuhindari namun selalu menyeringai nakal untuk dihadapi. Dunia dimana logika dan hati harus selalu berpartisipasi, atau dominan dan mendominasi.

Ingin rasanya mengatakan, jangan mengkhawatirkanku. Sebagaimana hal yang sama kuucapkan dengan sikap tegar dihadapan ayah ibu ku. Tetapi, ketulusan cinta mampu menembus apapun. Dan keperdulian dalam kesensitifan jiwa kalian tak akan mampu kubungkus oleh rinduku pada kemandirian yang sedang dipersiapkan. Ya, Heuristik. Ini tentang jalan pintas.

Hai, ini bukan hanya tentang cinta calon pasangan hidupku, tetapi tentang kedua orang tua, bahkan ke empat orangtua. Orangtuaku, orangtuanya, juga dirimu sahabatku. Ini juga tentang kehidupan, satu paket komplit sambung menyambung karena kita terhubung dikeluarga besar yang akan bahagia didunia dan akhirat, semoga.

Entah siapapun dia yang engkau khawatirkan, aku juga tidak tahu. Hanya saja, kuyakini bahwa sebuah nama tertulis indah di lauhulmahfudz. Ada hal yang tak bisa kutuliskan disini, dan hanya bisa terungkap oleh waktu juga ketika kita duduk berhadap hadapan atau bersebelahan seperti dulu, kemudian bertukar kata melalui tinta tinta yang selalu setia bertasbih untukNya.

Sahabat, terimakasih untuk selalu mencintaiku tanpa menuntut.
Beberapa hal yang tertuliskan olehmu benar adanya, namun ada hal yang memang tak terdefinisikan. Biarlah Allah saja yang menyelesaikan. Bagai Takdir dan Doa yang selalu melambai para hambaNya yang lemah seperti kami. Bersyukur aku memiliki sahabat-sahabat yang kuat seperti kalian. Ingin rasanya memiliki kekuatan yang sama dengan yang kalian miliki.

Tetapi tentu tidak mungkin, karna tugas kita berbeda. Dan kami memang tak lagi sama atau bersama. Aku hanya sedang mempersiapkan diriku untuk menjadi lebih kuat, lebih wanita bagi dirinya yang sudah akan datang melamarku disuatu waktu yang takkan kutau kapan waktu yang diizinkanNya. Tidak akan sekuat kalian, atau mungkin diwaktu yang akan datang kita malah akan saling menguatkan, membahagiakan, menginspirasi. Seperti dulu.

Kuminta doa darimu, wahai sahabat yang mencinta dengan tulusmu.
Untuk sahabatku: Angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar