Minggu, 10 November 2013

Kebiasaan Melahirkan Kebudayaan


Udah sejak lama ilmu ilmu Antropologi membahas tentang kebiasaan kebiasaan dari tahun ke tahun yang pada akhirnya menjadi sumber sumber kebudayaan, menjelaskan sejarah sejarah perkembangan peradaban lalu dilengkapi oleh ilmu sosiologi dalam memahami hal hal yang terlihat remeh namun begitu pentingnya. Tapi sayang, tidak semua kebagian informasi ini. Mungkin karena tidak terlalu tertarik dengan sejarah atau karna ilmu ini terkesan begitu remeh.

Hari ini dan hari hari sebelumnya, selalu saja ada cerita yang melengkapi kejadian kejadian dimasa lampau. suatu pola hidup yang menjadi kebiasaan karena disenangi atau karena merasa mendapat banyak manfaat dari kegiatan tersebut membuat kita terbiasa untuk melestarikannya, secara sadar maupun tidak sadar.

Baik masyarakat yang hidup di Pedesaan maupun perkotaan, semuanya sama. Menumbuhkan, saling mendukung kegiatan yang disukai; meskipun belum tentu berdampak positif dikemudian hari. Asal menyenangkan sering menjadi motif yang cukup mampu menjadi motivasi mendasar yang membuat masyarakat kita, indonesia merasa tak berdosa melakukan suatu kegiatan tersebut secara periodik, permanen, konsisten, terus menerus hingga terjadi sesuatu yang membahayakan, barulah kita akan berhenti dan menyadari kebodohan kebodohan dimasa lalu.

Tersebut disuatu daerah di wilayah Pantai Sumatera Utara, Medan. Ada suatu kebiasaan di masyarakat nya, bahwa dalam suatu acara pernikahan, biasanya akan berkumpul banyak laki laki dan wanita dari beberapa kampung untuk menghadiri, memeriahkan dan menyaksikan acara tersebut. Ini suatu kebiasaan yang cukup baik menurut saya, karena akan terjalin silaturahmi dengan adanya acara ini.

Tapi, selanjutnya setelah pertemuan wanita dan pria (khususnya bagi yang masih gadis dan perjaka) akan ada perlombaan daya tarik menarik. Ya, perlombaan ini tentu saja tidak tertulis. Terjadi secara alami saja, bahwa sang Gadis akan berdandan habis habisan mulai dari muka, tangan kaki, seluruh kulit lapisan luar, hingga penutup kulit seperti baju sepatu tas dan lain lain akan menggunakan yang serba baik, dengan tujuan menunjukkan keindahan atau memamerkan keindahan yang dimiliki sang gadis. Wajah yang cantik atau mulus, juga pakaian yang indah. Pada akhirnya, laki laki dari beberapa kampung yang hadir diacara tersebut akan berlomba lomba untuk memacari (menjadikan kekasih.red) si gadis tersebut. Gadis yang dinilai paling tercantik.

Buat saya, hal ini patut menjadi perhatian kita semua, bagaimana hal hal kecil yang tampaknya remeh dapat menjadi besar. Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi kontes kecantikan tak tertulis yang berakar di masyarakat desa ini ? Semoga, tidak akan ada lagi kebudayaan kebudayaan baru yang lahir dari kebodohan atau ketidak tahuan atau ketidak mau tahuan kita sebagai masyarakat indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar