Kamis, 11 April 2013

Jepang VS Indonesia



Jepang VS Indonesia

2 Juli 2010
Sudah bukan rahasia umum jika jepang memiliki banyak hal yang bertolak belakang dengan Indonesia. Tentang system pendidikan yang sempurna, kedisiplinannya yang ketat serta produktifitas mereka yang tinggi. Indonesia? Kebalikannya. Jika dilihat dari dunia pendidikan, kita sangat jauh dari sempurna, bahkan minus; karna sangat jarang keluarga Indonesia  menyadari bahwa system pendidikan yang terbaik itu dimulai dari keluarga yang harmonis, Jika pun menyadari kebanyakan dari elemen masyarakat terkecil diindonesia tidak sanggup mengamalkan nilai nilai yang ditradisi kan oleh para wali dan pedagang *** ***kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan sang anak dalam mengekspresikan diri (yang seringkali dihambat dan dianggap sepele oleh orangtua) ditinjau dari pendidikan formal seperti sekolah; bahkan lebih parah lagi, karna penilaian kecerdasan dan ketrampilan anak didik dinilai sangat subjektif.

Padahal, kita semua pun tau, kecerdasan itu sendiri terbagi dari beberapa sub. Karena setiap manusia itu unik, setiap anak itu memiliki jenis kecerdasan yang berbeda dan cara penanganan yang berbeda pula. Indonesia yang mayoritas beragama islam seharusnya dapat memahami dan mengamalkan cara mendidik anak sesuai acara islam (baca: tarbiyah islam yang sesuai dengan thoriqoh2 yang ada namun sering diabaikan bahkan dihilangkan dari kurikulum pendidikan di Indonesia) namun Negara jepang yang notabene beragama budha malah menggunakan system islam dan konsisten dalam menjalankan nya. Indonesia dan jepang adalah dua kutub yang bertolak belakang namun saling tarik menarik. 

Membahas tentang kedisiplinan Indonesia dalam istiqomah menjalankan nilai nilai islam dalam segala aspek kehidupan, tentu kita semua setuju bahwa Indonesia memiliki tingkat kedisiplinan yang sangat rendah. Terbukti dari: alur tata kota di Jakarta yang semrawut, begitupun bandung yang memiliki alur pendek dan membingungkan. Pun seperti halnya masih saja ada korban kecelakaan di area jalur busway, antrian busway yang masih semrawut khususnya di jam jam tertentu (siang dan sore) Hal ini tentu tidak bisa kita kambinghitamkan kepada pemerintah saja, karna sebenarnya masyarakatnya yang belum mengerti dan mengadopsi paham paham keislaman dalam etika bersikap serta berdisiplin.

Tentang produktifitas
Dari segi produktifitas, Indonesia kalah telak dengan jepang yang bahkan anak anak sd nya saja sudah diajarkan untuk berinovasi, menciptakan karya karya sederhana. Melatih kreatifitas dan bukan membunuh kreatifitas seperti yang terjadi di system pendidikan Indonesia. Selain itu, kaum ** Indonesia lebih banyak mengajarkan ke sikap konsumtif daripada produktif bahkan yang paling parahnya lagi, karya anak bangsa sering diabaikan dan tidak didukung.
Mungkin karna Indonesia kurang mampu menciptakan  visi yang tajam (efek merosotnya nilai nilai keluhuran yang kita miliki danpaham liberalisasi serta adopsi westernisasi yang begitu bangga dibumikan di dunia timur kita), sehingga mudah dijajah dan membiarkan dirinya dijajah bangsa lain. Beda sekali dengan jepang yang memfilter bangsanya dari kebudayaan asing. Indonesia terbuka pada hal hal baru namun tidak siap dalam istiqomah mempertahankan nilai nilai keislamannya sehingga rendahnya kemampuan mengimplementasikan nilai keluhuran dalam kehidupan. Sebuah visi hanya akan datang melalui doa doa dan meditasi, hal ini membutuhkan waktu.
Kebanyakan orang yang mampu meneladani nilai nilai keislaman malah memilih untuk bersikap pasif dan apatis terhadap system diindonesia-dalam hal apa saja, dan khususnya pendidikan. Kenapa begitu? Kenapa memilih bersikap pasif? Dan kenapa melarikan diri dari masalah dengan menganggap segala sesuatunya baik baik saja dan meyakini segala sesuatu akan menjadi lebih baik suatu ketika nanti, tanpa berbuat apa apa. mereka menganggap hal ini sikap dari rasa tawakkal. Tentu saja hal ini salah besar!  Tawakal dan pasrah itu berbeda. Tawakal itu berdiri diatas landasan ‘ainul yaqin. Keyakinan yang teguh. Bukan sikap phlegmatic membiarkan diri terombang ambing di gelombang kehidupan dan membiarkan diri menunggu giliran menjadi buih dilautan.
Apa yang menyebabkan kaum yang meneladani sikap sikap keislaman ini bersikap pasif? Rasa takut.  Rasa malas. Nilai juang yang rendah. Ilmu yang setengah setengah. Nah yang akan dibahas disni adalah paham yang setengah setengah.

Pola Fikir Masyarakat Indonesia
Masuknya budaya westernisasi (barat.red) yang begitu deras dari berbagai media tanpa adanya filter yang baik (paham integritas dan nilai diri) membuat banyaknya anak muda dan orang tua kehilangan pegangan. Mereka memilih menganut nilai nilai barat seperti : Mencintai hal hal yang sifatnya fisik, menyanjung kecantikan, keindahan pakaian, makanan yang mewah dan modern, gaya hidup yang mewah, dan segala macam serangan dari luar. Sehingga bagi sebagian masyarakat yang tidak mudah goyah oleh paham paham barat mulai mengeluarkan suara protes, efeknya, masyarakat terpecah menjadi 2 kubu. Kubu pro barat dan pro timur. Indonesia seperti akan dibelah tanpa pedang. Tapi kali ini, pedangnya lebih tajam dari pedang yang terlihat.  
ISTIQOMAH
Istiqomah artinya stabil. Keteguhan yang tidak mudah berubah, dan sejenisnya.  
Akhir akhir ini, jepang melakukan ekspansi ke banyak aspek diindonesia dan Negara Negara islam pada umumnya seperti Pakistan dan lain lain. Termasuk diantaranya dunia pendidikan Indonesia, khususnya Gontor. Setahun yang lalu, jepang datang ke gontor putri dan mengenalkan tentang manga kepada santri santrinya. Tentu ada tujuan politik yang terselubung, namun yang seharusnya kita sadari adalah. Kenapa jepang mau bersusah payah mengunjungi gontor putri 1?
Indonesia dan jepang bisa saling bersinergi, member kelebihan masing masing, simbiosis mutualisme, saling menguntungkan tanpa ada yang merasa rugi. Jepang membutuhkan cita rasa dunia spiritual Indonesia membutuhkan  kemampuan konsisten (istiqomah.red) yang dimiliki dan dijalankan jepang bertahun tahun sehingga mencetak banyaknya prestasi bagi negri sakura tersebut. Persistence kills resistance. Saling membantu menciptakan dunia yang harmonis. Mengisi kekurangan yang dimiliki tiap tiap Negara.
Anak anak jepang yang memilih mati daripada hidup didunia, karna tidak tahan terhadap kerasnya kehidupan disana, dengan segudang kompleksitas permasalahan jiwa dan tuntutan disekelilingnya terhadap dirinya, ilmu ilmu dunia yang banjir tanpa dilengkapi ilmu akhirat (agama) yg mencukupi, mendorong mereka melakukan tindakan pendzaliman terhadap diri sendiri. Lalu, bagaimana dengan Negara Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak pesantren dan syeikh syeikh yg pernah tinggal di daerah pesisir dari sabang sampai merauke? Apakah memiliki tinggal percobaan bunuh diri yg lebih rendah? Tingkat kematian yg terjaga dengan baik? Tetap saja tidak.
Jadi, disinilah fungsi para pemuda, tunas tunas bangsa yang menyadari lebih dulu peran serta dirinya bagi dunia ini. Bermula dari diri sendiri, teman teman, keluarga, tetangga, hingga kota dan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Disini, saya sedang berbicara tentang cakupan hablum minannas. Kebanyakan manusia melakukan perannya dengan setengah setengah, dan termasuk saya pribadi. Mungkin belum ada keberanian, mungkin terlalu banyak menunda, atau terlalu banyak hal hal remeh yang harus diselesaikan. Ataukah, kita belum saling bahu membahu melestarikan alam ini? Belum bahu membahu memerangi kedzhaliman ? ataukah kita belum bersungguh sungguh?
Saya teringat sebuah hadist yang pernah diterangkan disebuah ceramah yang saya dengar ditelevisi, seminggu sebelum sya mengikuti ujian pertukaran pemuda antar Negara. Bahwasannya, doa suatu kaum/bangsa tidak akan didengar Allah (dikabulkan.red) jika didalam kelompok tersebut (tetangga dan sekitarnya) masih ada yg berbuat dzhalim (dosa). Jadi, diwajibkan bagi kita untuk saling membantu memerangi kedzhaliman, untuk berbuat kebaikan semampu kita. Mengurangi  sikap individualitas yang sungguh sangat merusak keturunan Nabi Muhammad saw. 

Yah, semoga saja..
Ini hanya tulisan lama yg saya tambahkan kembali di 2013, April 11st. Hanya saya tambahkan, tanpa saya revisi kembali, mungkin suatu hari tulisan ini akan saya baca kembali dan revisi dengan baik.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar