Time To Time.
Ada sekitar 42 kertas potongan kecil berwarna putih yang
bertuliskan tema ataupun judul untuk kukembangkan menjadi tulisan. Ini merupakan
sisa dari 2 kotak makanan yang kuisi
potongan potongan kertas demi melatih diri menulis ketika masih memiliki kamar
di lantai 2, didekat teras atas yang sudah sangat jarang digunakan semenjak
saudara-saudaraku berkeluarga dan hidup di beberapa kota yang berbeda.
Potongan potongan kertas kecil ini merupakan pekerjaan rumah
bagiku, yang bisa saja segera kuselesaikan dengan cepat tanpa memikirkan
kualitas dan makna dari pekerjaan ini. Tapi sengaja saja ia kutunda, karna aku
ingin melakukan sisa sisa pekerjaan ini dengan cukup baik, totalitas,
setidaknya ya, berusaha bersungguh sungguh untuk focus menulis, dan tidak
sekedar melengkapi dan menuntas kan yang sudah kumulai.
Segera kuambil satu kertas berpotongan persegi panjang itu
acak, dan membaca. ‘Time to time’
Dari waktu ke waktu.
Menulis tentang waktu, aku teringat hari hariku di bulan
april ini, momen yang bersejarah dalam hidupku salah satunya yaitu
mengikutsertakan diri pada kegiatan pemilihan pertukaran pemuda antar Negara
2013 di Medan, Sumatera Utara. Kegiatan ini diadakan oleh Menpora melalui PCMI.
PCMI merupakan singkatan dari Purna Caraka Muda Indonesia. Seleksi ini diadakan
tiga tahap, seleksi awal tes tentang Grammar dan General Knowledge. Lalu
Discussion, dan ditutup persentasion. Semuanya dilakukan dengan bahasa inggris,
tentu saja.
Mungkin ditulisanku yang lain bisa kutuliskan rentetan
peristiwa dengan sedikit detail ketika aku mengikuti tes ini, agar calon PPAN
di tahun tahun berikutnya mendapat manfaat dari tulisan yang berdasar dari pengalaman
pribadi, tidak dibuat buat, tidak dikarang. Nyata dan merupakan fakta, bukti
sejarah hidupku.
Kupersingkat tulisan ini dengan memberitahu pembaca bahwa,
Alhamdulillah aku bisa lulus di tahap seleksi pertama tes PPAN 2013 yang materi
nya seperti yang saya tulis diatas tadi. Tapi sayang, dihari ketiga, dites
kedua, saya memutuskan untuk mengundurkan diri, berhenti, tidak mengikuti,
tidak datang dihari tes.
Beberapa keluarga yang sudah tau bahwa aku mengikuti tes ini
merasa kecewa, dan bahkan tidak sedikit yang marah juga sampai adik-ku yang
jarang berkomentar ikut mengeluarka apresiasi kekecewaannya. Yah, semua suara
mereka bernada sama: Kecewa.
Mereka kecewa karna aku menyia nyiakan keberuntunganku.
Sedangkan aku merasa tidak bisa menjelaskan dengan baik, alasan dari keputusan
ini. Dijelaskan pun, mereka tidak akan sepenuhnya mengerti, meskipun sudah
kucoba—meski sedikit, untuk memberi jawaban. Agar tidak banyak yang merasa
bingung, marah, kesal, dan emosi negative lainnya hanya karna tidak mengerti akan
sikapku.
Tentu saja aku punya alasan dalam sikap dan keputusan ini,
termasuk diantaranya karna: Tiba tiba aku merasa ada suara dihatiku yg berkata
“Ah, untuk apa sih ikutan seperti ini?”
“Emang penting ya?”
“Lebih penting lagi
focus di ngumpulin duit buat umroh.”
“Emang penting ya kamu menunjukkan
bakat-bakatmu yang dititipkan Allah ke mereka?"
"Emang penting menunjukkan ke
mereka gerakan gerakan tarian ballet yg penuh estetika?”
Masih banyak, masih banyak sekali rentetan pertanyaan dan
rayuan hati kepadaku disubuh itu. Pukul 3:45 ku alarm ku berbunyi, membangunkanku
untuk latihan ballet disubuh buta. Ketika itu, dengan mata mengantuk aku memaksa diri untuk
bangun.
Dengan sedikit rasa malas, karna masih ingin tidur karna kelelahan mengikuti ujian dihari pertama yg selesai pada pukul 10.30 malam. Aku
memaksakan diri menggerakkan tubuh dan mulai melatih tubuh dengan gerakan
gerakan ballet. Tapi, ketika sudah hampir “panas” dan hilang rasa kantukku, ada rasa bingung yang melanda. Ketika sudah mulai mendapat bayangan farmasi
untuk rencana performance ku, aku mulai merasa ada yang salah. Ketika sudah mulai merasa larut
dalam tarian tarianku aku semakin merasa senang, tapi disatu sisi… ada hal lain
yang kurasakan.
Dan kelabilan itu ditutup dengan sebuah keputusan, aku tidak
akan mengikuti tes dihari kedua ini.
Karna aku tidak ingin
menampilkan ballet. Kenapa harus ballet? Karna di formulir sudah tertulis,
ballet lah salah satu kemampuanku. Dan aku lupa menulis fotografi sebagai
bagian dari ketrampilanku.
Jadi, tentu saja
ballet yang harus kutampilkan.
Namun, seketika hatiku membantah, tidak ingin
melakukannya. Akhirnya kubatalkan saja dan akhirnya, terabaikanlah semua
persiapan yang sudah kulakukan, berupa baju, sepatu, niat, doa, keinginan untuk
menjadi salah satu alumni program pertukaran pemuda ke kanada atau mungkin Australia, aku menutup kesempatan ini dengan menguatkan hati.
Aku memilih menjadi
loser. Pecundang yang berhasil mendengarkan dan memprioritaskan suara hatinya
dari pada suara logika. Mereka boleh mengatakanku plin plan, boleh mengatakanku
selalu setengah setengah dalam melakukan sesuatu. Ya, boleh saja. Itu hak
mereka, pendapat mereka tentang hamba Allah yg bernama Ari hayati.
Aku juga
berhak untuk menentukan langkah kaki ku. Kemana kaki ini harus kugunakan, dan
kubawa.Karna segala sesuatunya, akan dipertanggungjawabakan. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar