Mencari Akar
Oleh: Ari Hayati Daud
14 August 2012/ 25 Ramadhan 1433 H.
Dewasa ini, ditengah banyaknya konflik kehidupan yang
dihadapi, sangatlah sia sia jika umat hanya mampu memaki, berteriak, bahkan
saling melempar cacian dan tuding menuding tentang siapa yang salah dan
bagaimana seharusnya berbuat yang baik, menyebar solusi.
Merasa selalu
lebih unggul dari yang dicaci, tanpa mengontrol emosi meluapkan kepentingan
kepentingan diri dalam bentuk mentalitas rendah, tepatnya merendahkand diri
sendiri dengan melakukan demonstrasi demonstrasi dan aksi anarkis lainnya.
Hai.. hai.. hai.. apa perlu seperti itu, hanya membuang
energy dan masa muda untuk hal yang tak pasti. Tentu saja, tak begitu pasti
apakah akan benar benar didengar dan ditanggapi lalu diberi atau dijalankan solusi
lebih baik oleh pemerintah ataukah hanya akan menjadi sejarah emansipasi?
*Nyatanya, islam mengajarkan untuk tidak saling
mengandalkan (bergantung.red) tapi saling menciptakan prestasi!
Sungguh, kita harus mengulas ulang, bahwa:
Action
speaks louder than words.
Taharrok, fainna fil harokah barokah.
Bergeraklah, karna didalam kegiatan terdapat berkah.
(asal jangan berkegiatan di club malam aja deh ya)
And wait, kata kata itu bukan bermakna: Ayo lanjutkan
demo!
Bubarkan partai politik! Bakar Gedung DPR! Dan serupa
hal hal tidak berprikemanusiaan lainnya. Namun, action disini bermakna, galilah
sumber permasalahan lalu cabutlah akar yang sudah tak berfungsi, lalu suburkan
akar yang masih dapat berfungsi dengan baik.
Nah pertanyaannya, bagaimana mencari akar yang masih
berfungsi baik dan membedakan akar yang sudah rusak total dengan yang masih
bagus serta layak diperjuangkan itu?
Semua akar berasal dari; diri kita sendiri.
Ya, karna kita semua adalah akar yang terdiri dari satu
pohon. Kita adalah akar dalam rahmatan lil’alamin, dan kita adalah akar dengan
tugas menghidupi daun daun yang berbeda dalam bercabang cabang ranting.
Kenapa begitu?
Karna jika kita termasuk yang berkeyakinan,
berkebutuhan Undang-Undang Islam, maka kita tentunya mengetahui pula bahwa
antara umat Islam yang satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh. Jika bagian
tubuh yang satu sakit maka yang lain akan merasa sakit pula.
Lalu, dimana poin pentingnya?
Poin pentingnya ada ketika kita mau bekerjasama
menumbuhkan akar baru dan merawat akar yang masih dapat bekerja dengan baik. Juga
memotong akar yg mencuri hal hal haram yg menumbuhkan batang batang yg tidak
sehat.
Sebelum hal tersebut kita bahas, perlu diketahui sifat
pengorbanan dan fungsi akar tersebut (hasil) dan pengorbanannya untuk selalu
berada dibawah dan menjadi pondasi masyarakat; pohon.red)
Akar tidak seindah daun atau bunga. Ia juga tidak
berwarna warni indah seperti mereka. Namun ia memiliki peran yang sangat
penting. Ia bisa menunjang batang pohon dengan sangat kuat. Ia selalu berusaha
mencari air dan mineral yang nantinya akan menjadi asupan bagi tanaman.
Akar memiliki sifat dasar; mempunyai dorongan kuat
untuk selalu mencari air hingga ia mampu menjebol trotoar untuk mendekat air di
sebuah hidran.
Akar juga mampu menyesuaikan dirinya untuk masuk ke
celah celah kecil (mencari air didalam relung relung tanah) atau menghadapi
iklim yang berbeda (mengakar pada batu karang di gunung bersalju)
Yang sungguh mengagumkan: ia bekerja dalam hening dan
tak terlihat dari luar.
Maka, AKAR =
A= Angan angan.
K= Konsistensi
A= Adaptif
R= Rendah hati.
Sehingga manusia (yang merupakan bagian terkecil dari
struktur masyarakat atau humanself) bisa bertumbuh dengan memperhatikan akar
kita.
Ada beberapa juta akar yang ada di Indonesia?
Baik itu, akar tua maupun akar muda, semuanya memiliki
peran dan kontribusi yang sama dengan peran yang berbeda beda untuk diri
sendiri juga keluarga, teman lalu bangsa. Tidak ada yang lebih unggul antara
yang satu dan yang lainnya, semua bisa bekerjasama dalam hening. Tanpa saling
caci, tuding menuding, melempar kesalahan, melempar sandal, melempar tanggung
jawab;
Maka, alangkah malunya kita sebagai manusia--yang
sedang belajar menjadi manusia bagi rahmatan lil ‘alamin jika belum atau
setidaknya sedikit saja menjadi lebih baik dari makhluk ciptaan Allah yang satu
ini—malaikat--mereka diciptakan tanpa otak ataupun logika, sedangkan kita
memilikinya. Otak yang selalu kita bangga bangga kan itu kemana perginya disaat
kritis seperti ini? Ataukah otak kita hanya terbiasa kita gunakan untuk
mentolerir perbuatan maksiat? Naudzubillah.
Termasuk diantaranya ilmu manajemen, tehnik, …. Etc.
Juga ilmu untuk mengetahui fungsi diciptakanNya HAK dan
KEWAJIBAN.
Berbahagialah, bersyukurlah---kita diciptakan untuk
memanusiakan manusia. Bukan menghewankan manusia.
Jadi, sudah tahukah kita; cerminan diri kita saat ini?
Manusia atau binatang?
Hal selanjutnya agar dapat mendeteksi akar yang dapat
digunakan dan yang tidak adalah dengan ilmu. Jadi, sudah tahukah kita akar permasalahan yg sebenarnya?
Semoga, indonesia mampu untuk tumbuh cerdas bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar